Membuka Pintu Hati


Beberapa abad yang silam, tujuh orang biksu tinggal di sebuah gua di dalam hutan rimba di suatu tempat di Asia, mereka melakukan meditasi cinta kasih tanpa syarat. Ada seorang biksu kepala, adiknya dan sahabat karibnya. Yang ke Empat adalah musuh biksu kepala: mereka tidak pernah bisa akur. Biksu kelima adalah seorang biksu yang sangat Tua , begitu rentannya sampai sampai sewaktu waktu ia bisa saja meninggal  dunia. Yang ke enam, biksu yang sakit berat—juga bisa meninggal kapan saja. Yang terakhir, ketujuh adalah biksu yang tak berguna. Dia mendengkur saat seharusnya dia bermeditasi, tidak bisa mengingat ayat suci, dan kalaupun kebetulan ingat, dia mendarasnya dengan nada sumbang. Dia juga tidak bisa mengenakan jubahnya dengan pantas. Namun biksu yang lain membiarkannya begitu saja dan berterima kasih kepadanya karena telah mengajarkan mereka untuk bersabar.
Suatu hari, segerombolan bandit menemukan gua tersebut. Gua itu sangat terpencil, sangat tersembunyi, sehingga mereka ingin mengambil alih gua tersebut untuk dijadikan markas. Jadi mereka berniat untuk membunuh semua biksu tersebut. Akan tetapi, untunglah, biksu kepala sangat lihai berbicara membujuk orang. Dia berhasil --- jangan Tanya saya caranya--- membujuk membujuk gerombolan bandit untuk membiarkan biksu biksu itu pergi, kecuali satu orang sandera, yang akan dibunuh sebagai peringatan kepada biksu biksu yang lain untuk tidak mengatakan lokasi gua itu kepada siapapun. Itulah hasil terbaik yang bisa dinegosiasikan oleh biksu kepala.
Biksu kepala dibiarkan sendirian selama beberapa saat untuk membuat keputusan yang mengenaskan mengenai siapa yang akan dikorbankan , sehingga yang lainnya bisa pergi bebas.
“baiklah, menurut anda siapa yang akan dikorbankan oleh biksu kepala?”
Biksu kepala tidak mampu memilih. Cinta kasih kepada adiknya sama persis besarnya tidak lebih dan tidak kurang dengan cinta kasihnya terhadap sahabatnya, juga persis dengan cinta kasihnya terhadap musuhnya, kepada biksu tua, biksu yang sakit, bahkan kepada biksu yang tak berguna itu. Dia telah menyempurnakan arti kata kata itu: pintu hatiku akan selalu terbuka untukmu, apapun yang kamu lakukan , siapapun kamu.
Pintu hati biksu kepala terbuka lebar untuk semua, tanpa syarat, tanpa pandang bulu, cinta kasih yang mengalir bebas. Dan yang paling penting, cinta kasihnya kepada orang lain sama besarnya dengan cinta kassihnya kepada dirinya sendiri. Pintu hatinya juga terbuka untuk dirinya sendiri. Itulah mengapa ia tidak mampu memilih antara dirinya sendiri dengan yang lain lain.

·         Saya mengingatkan bahwa kitab kalian mengajarkan untuk “ cintailah tetanggamu seperti engkau mencintai diri sendiri “. Tidak lebih dari dirimu sendiri dan tidak kurang dari dirimu sendiri, namun setara dengan dirimu sendiri. Itu berarti memperlakukan orang lalin seperti halnya kita memperlakukan diri sendiri dan memperlakukan diri sendiri seperti halnya kita memperlakukan orang lain.
Mengapa kebanyakan kalian berpikir bahwa biksu kepala akan mengorbankan dirinya sendiri untuk di bunuh? Mengapa, dalam budaya kita, kita selalu mengorbankan diri sendiri untuk orang lain yang menganggap hal ini sebagai kebaikan? Mengapa kita lebih menuntut, lebih kritis, dan menghukum diri sendiri lebih dari siapapun? Alasannya Cuma satu: kita belum belajar bagaimana mencintai diri sendiri. Jika anda merasa sulit untuk berkata kepada orang lain “ pintu hatiku terbuka untukmu, apapun yang kamu lakukan”, akan jauh lebih sulit untuk mengatakannya kepada diri sendiri, “ aku. Orang yang begitu dekat, kalau tidak salah ingat. Diriku. Pintu hatiku juga akan selalu terbuka untuk diriku sendiri. Aku ini, tak peduli apapun yang telah kulakukan. Ayo masuk!!”.
Itulah yang saya maksudkan dengan mencintai diri sendiri: ini dinamakan pemaafan. Melangkah keluar dari penjara rasa bersalah; berdamai dengan diri sendiri. Dan jika anda punya nyali untuk mengatakan kata kata itu kepada diri sendiri, dengan sejujurnya, dari relung hati yang terdalam, maka anda akan menyongsong ke depan, bukannya mundur, untuk menemukan cinta kasih yang luhur. Suatu hari, kita semua harus mengatakan kata kata itu atau yang semacamnya, kepada diri kita sendiri, dengan sejujurnya, bukan hanya main main. Saat kita melakukannya, itu seakan akan seperti memanggil pulang bagian dari diri kita yang telah lama terusir, hidup membeku di luar sana. Kita merasa tersatukan, utuh dan lepas untuk bahagia. Hanya ketika kita bisa mencintai diri sendiri dengan cara begitu, barulah kita benar benar mengerti bagaimana mencintai orang lain, tidak lebih dan tidak kurang.
Dan harap diingat, anda tidak perlu menjadi sempurna terlebih dahulu, tanpa kesalahan, untuk memberikan cinta anda kepada diri sendiri. Jika anda harus menunggu kesempurnaan, itu tidak akan tiba. Kita harus membuka pintu hati kita kepada diri kita sendiri, apapun yang telah kita lakukan. Begitu kita berada di dalamnya , sempurnalah kita.
Orang sering bertanya apa yang terjadi denga ketujuh biksu tersebut sewaktu biksu kepala mengatakan kepada para bandit bahwa ia tidak mampu memilih.
Kisah ini seperti tidak mengisahkan kelanjutannya: ceritanya berhenti sampai disitu. Namun yang seharusnya dan semestinya terjadi adalah; ketika biksu kepala menjelaskan kepada para bandit mengapa dia tidak bisa memilih antara dirinya sendiri dengan yang lain, dan menjelaskan arti cinta kasih dan pemaafan , maka semua bandit menjadi terkesan dan terinspirasi sehingga tidak hanya mereka melepaskan para biksu itu, namun mereka juga bertobat dan menjadi biksu.

Comments

Popular posts from this blog

18+:Foto Otopsi Korban Pembunuhan dan Perkosaan

Hutan Hoia Baciu, Salah Satu Hutan Paling Mengerikan di Dunia