BAHASA LANGIT
Kehidupan yang dilalui oleh jiwa
mirip perjalanan air yang terus mengalir dalam siklus semestanya. Bagi sebagian
sahabat yang jiwanya kian bertumbuh matang, asal mula dan tujuan perjalanan
Jiwa kerap menjadi pembicaraan yang
menarik. Meski demikian, sebgaiamana hakikat dari setiap siklus, selalu tak
penting dari mana harus memulai ceritanya karena ia tak berawal dan berakhir.
Memperhatikan mendung di lagit
yang turun di gunung sebagai air hujan kemudian mengikutinya mengalir dari
danau melewati sungai sungai menuju samudera, memang lebih mudah daripada
mengamati perjalanan air dari lautan yang menguap lalu berproses lama bersama
iklim untuk menjadi mendung dan hujan.
Semakna dengan cerita itu, dalam
kepekaan hati yang belum begitu terasah, biarlah kita mengawali rangkaian
percakapan dengan alam semesta mulai bahasaNYA yang terbaca dari langit . Manakala
itu telah membuka mata hati, barulah kita coba mengamati jejak jejak
perjalanan pesanNYA setelah turun dan mewarnai kehidupan bumi.
Ada begitu banyak pesan yang
sepanjang zaman dihadirkan buat kita dalam berbagai pahatan keindahan alam,
rangkaian peristiwa dunia atau dalam suka duka kehidupan. Sayang, kecerdasan
kita kadang tak mampu membacanya dengan jelas karena kita lebih banyak
menggunakan mata dan telinga untuk melihat hanya yang mudah terlihat dan
mendengar hanya yang jelas terdengar. Bahasa bahasa diam alam semesta yang
sarat pesan pesan bagi perjalan jjiwa akhirnya terpahat sia sia tanpa terbaca
hakikat maknanya.
Namun begitu, alam sungguh
memahami kesulitan kita dalam membaca makna yang ia simpan rapi di setiap
hamparan kehidupan. Maka lewat sejumlah guru kehidupan, ia pun membukakan
kemudahan itu bagi kita. Sebagian guru menjadikannya kitab suci, sebagian
mengajarkannya sebagai cerita cerita. Sebagian lainnya tetap tersimpan rapi di
langit dan bumi untuk di baca sendiri oleh pejalan spiritual yang tertantang
untuk mengamati rahasia dirinya dari alam .
Sebagian kecil diantaranya yang
telah terbaca meski dengan segenap keterbataasan, tersimpan disini menjadi
lembaran lembaran makna. Bagian bagian dalam rangkaian pesan itu dipilah menjadi bahasa langit dan bahasa
bumi. Bukankah semesta memang terdiri dari langit dan bumi, alam material
spiritual, dimensi duniawi rohani, atau dualitas serupa lainnya? Maka saat
semesta bicara, tentulah ia akan mengalir dalam “bahasa” yang tercipta dari
kedua dimensi ruang dan waktu yang telah membangunnya itu.
Tulisan ini dapat di percaya bahwa
siapapun yang kini sedang membacanya tidak lain adalah anak anak semesta yang
rindu pada kesejatian dirinya yang murni. Maka biarlah di awal ini kerinduan
mereka sehgera dipertemukan dengan kerinduan ayah ibu semesta lewat bahasa
bahasa langit.
Bahasa itu hanya mudah terbaca
dengan keheningan dan kebeningan bathin. Mereka yang membaca dengan ikhlas
sembari terbebas dari perdebatan analisis pikiran intelektual, akan lebih mudah
memahami isinya. Bahkan bisa berjumpa dengan sumber bahasa langit ini yang
sesungguhnya ada dalam diri; di langit kesadaran. Siapapun yang membuka hati,
mengerti Dia sedang berbicara dari dalam keheningan untuk mulai bertutur
tentang siapa diriNya. Inilah bahasa langit untuk disimak dengan kemurnia kita
sebagai Jiwa.
Comments
Post a Comment