Memilukan Kisah Nyata Anak Durhaka Terhadap Ibu
Berbaktilah kepada orang tua, itu adalah pelajaran mulia yang ada di setiap negara yang diterapkan pada anaknya sedini mungkin. Memang tugas kita adalah untuk membahagiakan kedua orang tua kita bagaimanapun keadaannya. mungkin ulasan berikut ini lebih menitikberatkan pada pertanyaan yaitu sudahkah anda berbakti pada orang tua anda? Kami berharap dengan contoh perlakuan anak durhaka ini menggugah pikiran anda agar lebih mencintai orang tua anda dengan membuat mereka bahagia dalam sisa hidupnya.
kisah cinta anak yang menggendong ibunya
Sebuah contoh kisah nyata seorang anak yang durhaka terhadap orang tuanya. yang sangat memilukan hati, bahkan membuat kita geram membacanya. Walaupun cerita ini sudah beberapa waktu yang lalu namun kisah ini akan menjadi contoh panutan yang tidak baik sepanjang jaman.
Seorang ibu berusia 90 tahun ini mau tak mau harus dikurung dan tak diberi makan oleh anak-anaknya. Akibatnya, tubuh sang ibu hanya menyisakan tulang karena tak mendapat makan selama sebulan. Kejadian ini pun terungkap setelah tetangga bernama Xiang Xiang membongkar peristiwa tersebut.
Xiang menyaksikan sendiri bahwa ibu bernama Si Mei itu kelaparan. Xiang pun memutuskan untuk menolong sembunyi-sembunyi saat anak-anak Si Mei tidak ada di sana. “Aku berjalan ke rumah itu sembunyi-sembunyi. Saat wanita tua itu mendengar suaraku, kalimat pertama yang ia katakan, ‘suapi aku..suapi aku’,” cerita Xiang.
Si Mei ketika ditemukan warga
Lebih lanjut Xiang menuturkan, keluarga Si Mei sepertinya sengaja ingin membuat ibunya mati dengan cara membuatnya kelaparan. Jika Xiang tak memberi ibu tua itu bubur secara sembunyi-sembunyi, Si Mei tak akan makan apapun. Si Mei benar-benar tak diurus oleh keluarga dan anak-anaknya. Sampai-sampai ia buang air di tempat yang sama di mana ia tidur.
Kesaksian Xiang Xiang ini sedikit menimbulkan pertanyaan kenapa ia tak langsung menghubungi polisi, menurut media Shanghaiist. Sedangkan dilansir dari Apple Daily, Menurut sumber Apple Daily, muncul sebuah keterangan bahwa anak Si Mei adalah anak adopsi yang juga sudah berumur 60 tahun dan tak bisa mengurus ibunya lagi. Bahkan, sang anak pun tak bisa mengurus dirinya sendiri.
Hingga saat ini, pihak berwajib masih menindak lanjuti kasus tersebut. Kemungkinan anak adopsi Si Mei atau keluarganya yang lain akan berurusan dengan hukum. Meski sudah diurus oleh Xiang, Tuhan pun mengambil nyawa Si Mei pada 14 Juni lalu. Sungguh memilukan kisah Si Mei. Semoga kisah ini dapat memberikan pelajaran bagi setiap anak agar selalu menyanyangi dan mengasihi ibunya dengan tulus dan tanpa pamrih.
Itu adalah sepenggalan kisah sedih yang dialami oleh seorang Ibu yang dulunya mati matian menjaga anak dan balasan yang didapat setelah dia tua. Berikut sepenggalan cerita sedih tentang seorang anak durhaka yang kemudian menyesali perbuatannya.
Seorang perempuan renta memilih tinggal bersama anak bungsunya yang telah menikah. Semua anaknya yang lain telah berkeluarga dan tinggal di luar kota. Perempuan itu merasa bahagia dapat tinggal bersama anaknya, apalagi ditambah kehadiran cucunya yang baru berusia enam tahun. Celotehan dari mulut mugilnya menghapus kesepian dan kesendiriannya di masa tua.
Perempuan tua itu sudah sangat uzur. Lututnya sering gemetar tak kuat lagi menyangga beban tubuhnya sendiri. Tangannya pun sering bergetar saat memegang benda. Penglihatannya mulai rabun.
Sudah menjadi tradisi keluarga, setiap akhir minggu, seluruh anggota keluarga berkumpul untuk makan malam bersama. Di ruang makan yang cukup luas, berkumpul seluruh anak-anak perempuan tua itu membawa serta keluarganya. Mereka sengaja datang dari luar kota untuk merayakan tradisi keluarga yang sudah sejak dulu dilakukan. Saat seperti inilah yang sangat dinanti sang perempuan tua itu.
ilustrasi
Saat yang paling membahagiakan si perempuan tua, justru menjadi saat tak menyenangkan bagi anak-anaknya. Pada saat makan malam seperti inilah, terkadang perempuan tua yang sudah pikun itu sering membuat kacau acara. Tangannya yang lemah dan gemetar serta penglihatan yang mulai rabun, membuatnya sulit untuk memilih serta menyantap makanan. Tak jarang, sendok dan garpu jatuh ke lantai, sayur sup tumpah membasahi taplak meja, karena ia tak mampu lagi menyangga mangkuk sup. Saat ia meraih gelas untuk minum, gelas itu malah jatuh ke lantai lalu pecah berantakan.
Semua anak dan menantunya menjadi jengkel dan gusar dengan tingkah perempuan tua itu. Mereka merasa sangat direpotkan dengan semua kejadian itu. Si sulung lalu berkata, "kita harus melakukan sesuatu. Aku sudah muak dan bosan melihat kejadian seperti ini terus menerus, sehingga kita tidak bisa menikmati makanan yang kita santap."
Lalu, mereka berembug dan akhirnya sepakat untuk membuatkan sebuah meja kecil untuk ibu mereka. Meja kecil itu ditempatkan di salah satu sudut ruang makan, terpisah dari meja makan utama. Di kursi serta meja itulah, perempuan tua itu akan duduk untuk menikmati makan malamnya, sendirian. Meja kecil itu juga dilengkapi dengan piring dan gelas kayu, agar tak pecah saat terjatuh.
Acara makan malam berikutnya berlangsung sukses. Tak ada lagi kekacauan yang disebabkan oleh perempuan renta itu. Semua orang makan dengan lahap. anak-anaknya menyantap makanan dengan lahap tanpa terganggu oleh ulah sang nenek. Agar nenek tua itu tidak memecahkan piring serta gelas, anak-anaknya membuatkan juga mangkuk serta gelas dari kayu.
Begitulah seterusnya, acara makan malam mereka tidak lagi terganggu sehingga mereka benar-benar menikmati kelezatan makanan yang mereka santap. Di sudut ruangan, perempuan itu tetap berusaha menikmati makan malamnya, meski kali ini ia harus tersingkir dari anak-anaknya sendiri. Perempuan tua itu merasa sangat sedih. Air matanya mengalir melewati gurat keriput di pipinya saat ia menyuapkan nasi ke mulutnya yang tak lagi bergigi.
Sejak si nenek disingkirkan di sudut ruangan, cucunya yang biasa bermain dengannya merekam kejadian yang menimpa neneknya itu ke dalam otaknya. Setiap acara makan malam bersama, ia selalu melihat kesedihan di wajah tua neneknya. Suatu malam, setelah acara makan malam bersama selesai, ia mengambil sepotong kayu dan meraut kedua ujungnya. Ayahnya yang melihat hal itu lalu bertanya, "Nak, kamu sedang membuat apa?"
"Oh, aku sedang membuat meja kayu buat ayah dan ibu, seperti halnya Ayah membuatkan untuk nenek. Kalau Ayah dan Ibu sudah tua seperti nenek, aku akan meletakkan meja ini di sudut ruang makan, persis seperti nenek," jawab anak itu sembari melanjutkan pekerjaannya.
Jawaban spontan itu membuat kedua orangtuanya terkejut dan sangat terpukul. Mulut mereka terkatup rapat dan tidak mampu mengeluarkan satu kalimat pun. Mereka tidak menyangka bahwa anaknya yang baru berumur enam tahun, mampu berkata seperti itu. Bersamaan dengan itu, airmata mulai bergulir dari kedua pipi mereka. Walau tak ada kata-kata yang terucap, mereka mengerti, ada sesuatu yang harus diperbaiki. Baca juga Surat Sedih dari Orang tua
Setelah kejadian malam itu, Si Bungsu selalu memapah ibunya ke meja makan untuk bersantap dan duduk berkumpul bersama dengan anak-anaknya. Tak ada lagi omelan yang keluar dari mulut mereka pada saat ada piring yang jatuh, makanan yang tumpah atau taplak meja ternoda. Mereka makan bersama lagi di meja utama. Dan anak kecil itu, kini tak lagi meraut untuk membuat meja kayu.
Semoga artikel diatas membuat anda sadar bahwa cinta kasih orang tua itu sepanjang jaman, yang akan diwariskan kelak untuk anak cucu kita. Mulai sekarang sayangi orang tua anda, mulailah dengan menelpon mereka hanya sekedar bertanya apa kabar akan membuat mereka senang, sebelum semuanya terlambat.
kisah cinta anak yang menggendong ibunya
Sebuah contoh kisah nyata seorang anak yang durhaka terhadap orang tuanya. yang sangat memilukan hati, bahkan membuat kita geram membacanya. Walaupun cerita ini sudah beberapa waktu yang lalu namun kisah ini akan menjadi contoh panutan yang tidak baik sepanjang jaman.
Seorang ibu berusia 90 tahun ini mau tak mau harus dikurung dan tak diberi makan oleh anak-anaknya. Akibatnya, tubuh sang ibu hanya menyisakan tulang karena tak mendapat makan selama sebulan. Kejadian ini pun terungkap setelah tetangga bernama Xiang Xiang membongkar peristiwa tersebut.
Xiang menyaksikan sendiri bahwa ibu bernama Si Mei itu kelaparan. Xiang pun memutuskan untuk menolong sembunyi-sembunyi saat anak-anak Si Mei tidak ada di sana. “Aku berjalan ke rumah itu sembunyi-sembunyi. Saat wanita tua itu mendengar suaraku, kalimat pertama yang ia katakan, ‘suapi aku..suapi aku’,” cerita Xiang.
Si Mei ketika ditemukan warga
Lebih lanjut Xiang menuturkan, keluarga Si Mei sepertinya sengaja ingin membuat ibunya mati dengan cara membuatnya kelaparan. Jika Xiang tak memberi ibu tua itu bubur secara sembunyi-sembunyi, Si Mei tak akan makan apapun. Si Mei benar-benar tak diurus oleh keluarga dan anak-anaknya. Sampai-sampai ia buang air di tempat yang sama di mana ia tidur.
Kesaksian Xiang Xiang ini sedikit menimbulkan pertanyaan kenapa ia tak langsung menghubungi polisi, menurut media Shanghaiist. Sedangkan dilansir dari Apple Daily, Menurut sumber Apple Daily, muncul sebuah keterangan bahwa anak Si Mei adalah anak adopsi yang juga sudah berumur 60 tahun dan tak bisa mengurus ibunya lagi. Bahkan, sang anak pun tak bisa mengurus dirinya sendiri.
Hingga saat ini, pihak berwajib masih menindak lanjuti kasus tersebut. Kemungkinan anak adopsi Si Mei atau keluarganya yang lain akan berurusan dengan hukum. Meski sudah diurus oleh Xiang, Tuhan pun mengambil nyawa Si Mei pada 14 Juni lalu. Sungguh memilukan kisah Si Mei. Semoga kisah ini dapat memberikan pelajaran bagi setiap anak agar selalu menyanyangi dan mengasihi ibunya dengan tulus dan tanpa pamrih.
Itu adalah sepenggalan kisah sedih yang dialami oleh seorang Ibu yang dulunya mati matian menjaga anak dan balasan yang didapat setelah dia tua. Berikut sepenggalan cerita sedih tentang seorang anak durhaka yang kemudian menyesali perbuatannya.
Seorang perempuan renta memilih tinggal bersama anak bungsunya yang telah menikah. Semua anaknya yang lain telah berkeluarga dan tinggal di luar kota. Perempuan itu merasa bahagia dapat tinggal bersama anaknya, apalagi ditambah kehadiran cucunya yang baru berusia enam tahun. Celotehan dari mulut mugilnya menghapus kesepian dan kesendiriannya di masa tua.
Perempuan tua itu sudah sangat uzur. Lututnya sering gemetar tak kuat lagi menyangga beban tubuhnya sendiri. Tangannya pun sering bergetar saat memegang benda. Penglihatannya mulai rabun.
Sudah menjadi tradisi keluarga, setiap akhir minggu, seluruh anggota keluarga berkumpul untuk makan malam bersama. Di ruang makan yang cukup luas, berkumpul seluruh anak-anak perempuan tua itu membawa serta keluarganya. Mereka sengaja datang dari luar kota untuk merayakan tradisi keluarga yang sudah sejak dulu dilakukan. Saat seperti inilah yang sangat dinanti sang perempuan tua itu.
ilustrasi
Saat yang paling membahagiakan si perempuan tua, justru menjadi saat tak menyenangkan bagi anak-anaknya. Pada saat makan malam seperti inilah, terkadang perempuan tua yang sudah pikun itu sering membuat kacau acara. Tangannya yang lemah dan gemetar serta penglihatan yang mulai rabun, membuatnya sulit untuk memilih serta menyantap makanan. Tak jarang, sendok dan garpu jatuh ke lantai, sayur sup tumpah membasahi taplak meja, karena ia tak mampu lagi menyangga mangkuk sup. Saat ia meraih gelas untuk minum, gelas itu malah jatuh ke lantai lalu pecah berantakan.
Semua anak dan menantunya menjadi jengkel dan gusar dengan tingkah perempuan tua itu. Mereka merasa sangat direpotkan dengan semua kejadian itu. Si sulung lalu berkata, "kita harus melakukan sesuatu. Aku sudah muak dan bosan melihat kejadian seperti ini terus menerus, sehingga kita tidak bisa menikmati makanan yang kita santap."
Lalu, mereka berembug dan akhirnya sepakat untuk membuatkan sebuah meja kecil untuk ibu mereka. Meja kecil itu ditempatkan di salah satu sudut ruang makan, terpisah dari meja makan utama. Di kursi serta meja itulah, perempuan tua itu akan duduk untuk menikmati makan malamnya, sendirian. Meja kecil itu juga dilengkapi dengan piring dan gelas kayu, agar tak pecah saat terjatuh.
Acara makan malam berikutnya berlangsung sukses. Tak ada lagi kekacauan yang disebabkan oleh perempuan renta itu. Semua orang makan dengan lahap. anak-anaknya menyantap makanan dengan lahap tanpa terganggu oleh ulah sang nenek. Agar nenek tua itu tidak memecahkan piring serta gelas, anak-anaknya membuatkan juga mangkuk serta gelas dari kayu.
Begitulah seterusnya, acara makan malam mereka tidak lagi terganggu sehingga mereka benar-benar menikmati kelezatan makanan yang mereka santap. Di sudut ruangan, perempuan itu tetap berusaha menikmati makan malamnya, meski kali ini ia harus tersingkir dari anak-anaknya sendiri. Perempuan tua itu merasa sangat sedih. Air matanya mengalir melewati gurat keriput di pipinya saat ia menyuapkan nasi ke mulutnya yang tak lagi bergigi.
Sejak si nenek disingkirkan di sudut ruangan, cucunya yang biasa bermain dengannya merekam kejadian yang menimpa neneknya itu ke dalam otaknya. Setiap acara makan malam bersama, ia selalu melihat kesedihan di wajah tua neneknya. Suatu malam, setelah acara makan malam bersama selesai, ia mengambil sepotong kayu dan meraut kedua ujungnya. Ayahnya yang melihat hal itu lalu bertanya, "Nak, kamu sedang membuat apa?"
"Oh, aku sedang membuat meja kayu buat ayah dan ibu, seperti halnya Ayah membuatkan untuk nenek. Kalau Ayah dan Ibu sudah tua seperti nenek, aku akan meletakkan meja ini di sudut ruang makan, persis seperti nenek," jawab anak itu sembari melanjutkan pekerjaannya.
Jawaban spontan itu membuat kedua orangtuanya terkejut dan sangat terpukul. Mulut mereka terkatup rapat dan tidak mampu mengeluarkan satu kalimat pun. Mereka tidak menyangka bahwa anaknya yang baru berumur enam tahun, mampu berkata seperti itu. Bersamaan dengan itu, airmata mulai bergulir dari kedua pipi mereka. Walau tak ada kata-kata yang terucap, mereka mengerti, ada sesuatu yang harus diperbaiki. Baca juga Surat Sedih dari Orang tua
Setelah kejadian malam itu, Si Bungsu selalu memapah ibunya ke meja makan untuk bersantap dan duduk berkumpul bersama dengan anak-anaknya. Tak ada lagi omelan yang keluar dari mulut mereka pada saat ada piring yang jatuh, makanan yang tumpah atau taplak meja ternoda. Mereka makan bersama lagi di meja utama. Dan anak kecil itu, kini tak lagi meraut untuk membuat meja kayu.
Semoga artikel diatas membuat anda sadar bahwa cinta kasih orang tua itu sepanjang jaman, yang akan diwariskan kelak untuk anak cucu kita. Mulai sekarang sayangi orang tua anda, mulailah dengan menelpon mereka hanya sekedar bertanya apa kabar akan membuat mereka senang, sebelum semuanya terlambat.
Comments
Post a Comment