Mengapa Perokok Indonesia Masih Bertahan ?
Jakarta- Merokok pada sebagian orang dianggap memiliki kenikmatan dan makna tersendiri, namun itu hanyalah sebuah anggapan yang seakan-akan sudah menjadi kebenaran mutlak.
Bagaimana jika kiranya teori itu dikaji melalui sudut pandang ilmu kesehatan ? apakah sudut pandang itu bisa dipertangungjawabkan kebenarannya?.
Menurut Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL), Kemenkes RI, Tjandra Yoga Aditama dikutip, Selasa (12/6) ada tiga faktor yang menyebabkan perokok Indonesia masih bersikukuh dengan kebiasaannya, berikut tiga faktor itu :
1. Masih ada orang yang “meragukan” bukti ilmiah dampak buruk rokok bagi kesehatan, misalnya dengan mengatakan data anekdotal seperti ….”di kampung saya ada perokok berat yang tetap hidup sampai usia 97 tahun”….
2. Masih banyak yang secara tidak tepat menghubungkan kebiasaan merokok dengan aspek ekonomi dan tenaga kerja
3. Untuk sebagian masyarakat Indonesia kebiasaan merokok sudah merupakan bagian dari semacam “budaya”.
Dikatakan Tjandra Yoga, tiga hal itulah tentunya menjadi tantangan yang harus dihadapi kedepannya. Hal tersebut disampaikannya saat menutup Kursus Manajemen Keuangan dan Penganggaran dalam Pengendalian Tembakau di Kuta, Bali pekan lalu.
Penanggulanganan merokok diperlukan kerja keras yakni bekerja berdasarkan pada bukti ilmiah yang kuat serta harus dipelajari atau dikuasai, dilakukan terus menerus dan konsisten dan mampu melakukan advokasi, sehingga antar lain yang akan bergerak nantinya adalah pimpinan daerah dan masyarakat madani, bukan hanya dari kalangan kesehatan.
Data Riset Kesehatan Dasar 2007 dan 2010, perokok Remaja pada 1995: 7 persen remaja merokok, 2010: 19 persen remaja merokok atau naik lebih dari 2 kali lipat. Remaja Laki-laki pada 1995: 14 persen merokok, 2010: 37 persen merokok atau naik lebih dari 2 kali lipat. Sedangkan remaja perempuan pada 1995 0.3 persen merokok, data 2010 1.6 persen merokok atau naik lebih dari 5 kali lipat
Comments
Post a Comment