Rampog Macan, Gladiator dari Tanah Jawa
Rampokan Macan atau Rampog Macan merupakan sebuah tradisi yang populer di daerah Kediri, Jawa Timur abad ke-19. Tradisi ini dilakukan untuk merayakan Lebaran atau dalam Bahasa Jawa disebut Bakda, yaitu pada tanggal 1 Syawal. Tradisi ini dilakukan dengan membunuh Harimau Jawa hasil tangkapan penduduk desa dengan menggunakan tombak, mirip seperti tradisi Gladiator dari Romawi. Apa dan bagaimana tradisi rampog macan ini?
Ketika tradisi ini masih dilakukan, Harimau Jawa masih sering di jumpai di hutan-hutan pinggir desa. Dan harimau-harimau itu sering mengganggu masyarakat, mereka sering memangsa hewan ternak milik para penduduk bahkan terkadang mereka memangsa manusia. Oleh sebab itu pemerintah menyuruh para petani untuk menangkap harimau-harimau tersebut kalau perlu di bunuh. Dan setiap harimau yang berhasil ditangkap, maka yang menangkapnya akan di beri imbalan 10 sampai 50 gulden, tergantung ukuran harimaunya.
Para penduduk mulai menangkapi harimau-harimau untuk tradisi ini sejak Bulan Ruwah atau Bulan Puasa. Para penduduk memasang perangkap dihutan dengan umpan berupa kambing atau anjing. Kemudian harimau-harimau yang berhasil tertangkap dikurung dalam kandang dan menunggu untuk digunakan.
Namun kemudian tradisi ini juga disinyalir sebagai salah satu penyebab punah-nya spesies Harimau Jawa, oleh sebab itu tradisi ini kemudian dilarang oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1905. Semenjak dilarangnya tradisi ini, perayaan Lebaran tidak lagi se-meriah sebelumnya.
Rangkaian Acara
Para priyayi bersiap dengan berdandan memakai kampuh dan kuluk menjelang pukul 8. Mereka membawa tikar atau alas duduk masing-masing dan duduk lesehan. Lalu tak lama setelah itu mereka mulai memasuki Paseban atau tempat untuk menghadap para pembesar. Mereka berjalan ke Paseban dengan diiringi oleh Gendhing Monggang dengan di payungi untuk melindunginya dari terik matahari. Para priyayi akan diterima oleh bupati di Paseban dengan salam selamat datang. Dan para pembesar dari negeri seberang menyampaikan penghormatannya terhadap bupati. Kemudian dilanjutkan dengan arak-arakan menuju pendopo.
Acara selanjutnya adalah diadakan do’a selamat oleh Penghulu di Masjid. Sebelumnya, telah dibawakan hidangan-hidangan dari pendopo. Setelah itu, para priyayi akan kembali beristirahat dan mengganti pakaian mereka. Kemudian merekamenduduki tempat yang telah disediakan menurut golongan, wilayah, dan pangkat-nya. Sedangkan para tamu dari negeri sebrang menonton dari atas panggung.
Selanjutnya, para lurah bersiaga dengan tombaknya masing masing. Membuat barisan dengan jarak 30 cm dan melingkari arena. Membuat hingga 4 -5 lapis barisan. Berjejer mulai dari tombak yang paling pendek di depan hingga yang lebih panjang di belakang. Bupati dengan menunggang kuda mengatur barisannya setelah patih dan para mantri memasuki barisan secara serentak. Setelah barisan rapi, maka Bupati akan menaiki panggung dan menandai dimulainya acara rampogan ini.
Tepat pada puku 12, Gandek atau orang yang bertugas untuk melepas harimau diberi isyarat. ORang yang menjadi Gandek adalah Kepala Desa yang paling pemberani menghadapi macan. Setelah memberi penghormatan kepada Bupati, Gandek naik ke atas kerangkeng macan yang berukuran 2 meter kubik yang terbuat dari batang Pohon Aren atau besi. Lalu Gandek menebas pantek bambu yang merupakan segel kerangkeng. Selanjutnya ia pun turun, lalu tali pengikatnyta ditarak dan melepas papan penutupnya sehingga berantakan menimpa harimau yang ada di dalamnya.
Harimau yang keluar awalnya terlihat bingung, mungkin karena silau atau pusing karena tertimpa papan kerangkengnya. Para penonton pun mulai bersorak dengan maksud membuat harimau berlari ke arah barisan penombak. Harimau yang berlari ke arah penonton pun menjadi sasaran empuk bagi ratusan tombak yang berbaris. Harimau yang terluka parah kemudian menjadi sasaran bagi ratusan tombak.
Terkadang ada juga Harimau yang berhasil lolos. Jika sudah begini, maka para penonton pun berhamburan menyelamatkan diri. Situasi pun menjadi tidak karuan, ada yang kehilangan anak, teman, ada yang sampai kecelakaan, bahkan ada yang sampai menjadi sasaran pencopet.
Begitulah gambaran dari tradisi Rampog Macan.
Ketika tradisi ini masih dilakukan, Harimau Jawa masih sering di jumpai di hutan-hutan pinggir desa. Dan harimau-harimau itu sering mengganggu masyarakat, mereka sering memangsa hewan ternak milik para penduduk bahkan terkadang mereka memangsa manusia. Oleh sebab itu pemerintah menyuruh para petani untuk menangkap harimau-harimau tersebut kalau perlu di bunuh. Dan setiap harimau yang berhasil ditangkap, maka yang menangkapnya akan di beri imbalan 10 sampai 50 gulden, tergantung ukuran harimaunya.
Para penduduk mulai menangkapi harimau-harimau untuk tradisi ini sejak Bulan Ruwah atau Bulan Puasa. Para penduduk memasang perangkap dihutan dengan umpan berupa kambing atau anjing. Kemudian harimau-harimau yang berhasil tertangkap dikurung dalam kandang dan menunggu untuk digunakan.
Namun kemudian tradisi ini juga disinyalir sebagai salah satu penyebab punah-nya spesies Harimau Jawa, oleh sebab itu tradisi ini kemudian dilarang oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1905. Semenjak dilarangnya tradisi ini, perayaan Lebaran tidak lagi se-meriah sebelumnya.
Rangkaian Acara
Para priyayi bersiap dengan berdandan memakai kampuh dan kuluk menjelang pukul 8. Mereka membawa tikar atau alas duduk masing-masing dan duduk lesehan. Lalu tak lama setelah itu mereka mulai memasuki Paseban atau tempat untuk menghadap para pembesar. Mereka berjalan ke Paseban dengan diiringi oleh Gendhing Monggang dengan di payungi untuk melindunginya dari terik matahari. Para priyayi akan diterima oleh bupati di Paseban dengan salam selamat datang. Dan para pembesar dari negeri seberang menyampaikan penghormatannya terhadap bupati. Kemudian dilanjutkan dengan arak-arakan menuju pendopo.
Acara selanjutnya adalah diadakan do’a selamat oleh Penghulu di Masjid. Sebelumnya, telah dibawakan hidangan-hidangan dari pendopo. Setelah itu, para priyayi akan kembali beristirahat dan mengganti pakaian mereka. Kemudian merekamenduduki tempat yang telah disediakan menurut golongan, wilayah, dan pangkat-nya. Sedangkan para tamu dari negeri sebrang menonton dari atas panggung.
Selanjutnya, para lurah bersiaga dengan tombaknya masing masing. Membuat barisan dengan jarak 30 cm dan melingkari arena. Membuat hingga 4 -5 lapis barisan. Berjejer mulai dari tombak yang paling pendek di depan hingga yang lebih panjang di belakang. Bupati dengan menunggang kuda mengatur barisannya setelah patih dan para mantri memasuki barisan secara serentak. Setelah barisan rapi, maka Bupati akan menaiki panggung dan menandai dimulainya acara rampogan ini.
Tepat pada puku 12, Gandek atau orang yang bertugas untuk melepas harimau diberi isyarat. ORang yang menjadi Gandek adalah Kepala Desa yang paling pemberani menghadapi macan. Setelah memberi penghormatan kepada Bupati, Gandek naik ke atas kerangkeng macan yang berukuran 2 meter kubik yang terbuat dari batang Pohon Aren atau besi. Lalu Gandek menebas pantek bambu yang merupakan segel kerangkeng. Selanjutnya ia pun turun, lalu tali pengikatnyta ditarak dan melepas papan penutupnya sehingga berantakan menimpa harimau yang ada di dalamnya.
Harimau yang keluar awalnya terlihat bingung, mungkin karena silau atau pusing karena tertimpa papan kerangkengnya. Para penonton pun mulai bersorak dengan maksud membuat harimau berlari ke arah barisan penombak. Harimau yang berlari ke arah penonton pun menjadi sasaran empuk bagi ratusan tombak yang berbaris. Harimau yang terluka parah kemudian menjadi sasaran bagi ratusan tombak.
Terkadang ada juga Harimau yang berhasil lolos. Jika sudah begini, maka para penonton pun berhamburan menyelamatkan diri. Situasi pun menjadi tidak karuan, ada yang kehilangan anak, teman, ada yang sampai kecelakaan, bahkan ada yang sampai menjadi sasaran pencopet.
Begitulah gambaran dari tradisi Rampog Macan.
Comments
Post a Comment