Pilot Penyelamat Ratusan Nyawa Penumpang
Tugas pilot pesawat terbang selain berhadapan langsung dengan alam, para pilot juga bertugas untuk menjaga keselamatan nyawa para penumpangnya. Dari sejumlah peristiwa kecelakaan pesawat yang terjadi, rupanya tak seluruhnya berakhir dengan tragis. Seperti kisah di bawah ini, di mana para pilot berhasil mendaratkan pesawat meski dalam keadaan darurat. Pilot-pilot ini jadi penyelamat yang berhasil menghindari penumpang dari maut. Siapakah pilot penyelamat tersebut? berikut kisahnya.
Pilot Chesley ‘Sully’ Sullenberger
Sahabat anehdidunia.com Chesley ‘Sully’ Sullenberger sudah pensiun dari US Airways pada tahun 2010 silam. Tapi namanya tak lepas dari sejarah penerbangan dunia. bagaimana tidak, pria ini berhasil menyelamatkan 155 penumpang pesawat dari maut. Ketika itu Sullenberberger pesawat US Airways 1549 yang ditungganginya menabrak gerombolan burung yang menyebabkan kedua mesinnya kekurangan tenaga. Dengan tenang Sullenberg mendaratkan pesawatnya di atas Sungai Hudson. Tak ada korban jiwa, aksi heroiknya menyelamatkan 155 penumpang dari maut.
Pilot Tadeusz Wrona
Di tahun 2011 nama Tadeusz Wrona sontak menjadi heboh seantero Amerika Serikat setelah ia berhasil mendaratkan pesawat Boing 767 dari New Wark, New Jersey, Amerika Serikat. Ketika itu Wrona mendaratkan sebuah pesawat berpenumpang 220 dan 11 kru tanpa roda. Saat mendarat api berkobar akibat gesekan langsung body pesawat dengan jalan. Asap pun mengebul. Tapi nyantanya pesawat yang ditungganginya berhasil selamat dan mendarat mulus. Presiden Direktur LOT Polish Airlines Bronislaw menyebut Wrona sebagai penyelamat.
Pilot Anwar Haryanto
Sebelum Tadeusz Wrona mendaratkan Boeing 767 di Bandara Warsawa, Polandia, tanpa roda pada 1 November 2011, Kapten Anwar Haryanto melakukan hal serupa. Tepatnya, pilot Lion Air itu mendaratkan pesawat MD-90 di Bandara Hang Nadim, Batam, pada 23 Februari 2009 tanpa roda depan.
Pesawat dengan nomor penerbangan JT-972 yang berangkat dari Medan itu sempat berputar-pitar di udara selama satu setengah jam. Pilot kelahiran Pati, 8 Juni 1960, itu akhirnya memutuskan tetap mendarat setelah upayanya mengeluarkan roda depan gagal. Petugas pemadam kebakaran sudah siaga di bandara. Pendaratan tanpa nose gear, sedangkan main gear tetap berfungsi. Pendaratan bergeser ke posisi kiri runway, terjadi percikan api saat pendaratan. Begitu mendarat, petugas pemadam langsung menyemprotkan air guna mencegah kebakaran. Bandara langsung ditutup karena runway tidak dapat digunakan. Para penumpang langsung dievakuasi ke terminal penumpang.
Pihak Lion Air menyediakan tempat penginapan bagi penumpang yang hendak meneruskan perjalanan. Sedangkan penumpang Batam diantar ke rumah masing-masing. Pihak bandara dan Lion Air langsung mengontak KNKT untuk meminta izin memindahkan pesawat agar bandara bisa digunakan. Namun sampai berita diturunkan, pemindahan belum bisa dilakukan karena membutuhkan alat berupa crane dan belt. Pemindahan pesawat tanpa mengeluarkan bahan bakar (fuel draining).
Pilot Dennis Edward Fitch
Pada 19 Juli 1989, sebuah pesawat DC-10 milik United Airlines dari Denver menuju Chicago terpaksa mendarat di sebuah ladang jagung di Sioux City, Iowa. Pesawat yang membawa sekitar 300 penumpang itu kehilangan kendali setelah mesin di bagian ekor meledak dan melumpuhkan sistem hidrolik.
Secara teoretis, pesawat yang dikendalikan Kapten Al Haynes di atas ketinggian 37 ribu kaki itu tak mungkin selamat. Tapi Dennis Fitch, pilot yang kebetulan menjadi salah satu penumpang, tak mau menyerah kepada keadaan. Dia memandu Haynes dan para kru tetap tegar mengendalikan pesawat. Mengetahui 112 orang tidak berhasil keluar dengan selamat benar-benar membuat hatiku hancur,” kata Fitch beberapa hari setelah kejadian. Sebaliknya, pramugari Susan Callandar menyebut Fitch sebagai pahlawan, yang berperan penting dalam menyelamatkan sebagian besar penumpang. Fitch, yang lahir pada 19 Desember 1942 di Pittsburgh, meninggal pada 7 Mei 2012 akibat kanker otak. Berkat aksi heroiknya, Dennis dikenal sebagai sosok paling dikagumi dalam dunia penerbangan.
Pilot Abdul Rozaq
Mendengar nama pilot yang satu ini mengingatkan kita pada peristiwa heroiknya ketika berhasil mendaratkan pesawat Garuda Indonesia di sungai bengawan solo. Saat itu ia membawa 101 penumpang. Di perjalanan pesawatnya berhadapan dengan cuaca buruk. Mesin pesawat Garuda Indonesia Boeing 7373 mendadak mati. Dengan kecepatan 550 knot dan ketinggian 23.000 kaki, pilot Abdul Rozaq memutuskan untuk melakukan pendaratan di permukaan Sungai Bengawan Solo. Kopilot sempat menyarankan mendarat di area persawahan, tapi saya tahu banyak galengan tentu amat beresiko," kata pilot kelahiran Kudus, 29 Maret 1957, itu dalam buku Miracle of Flight yang dirilis tahun 2009. Syukurnya, Tuhan masih memberi kemuliaan bagi awak dan penumpang Boeing 737 itu. Seluruh penumpang dan kru selamat kecuali satu pramugari yang duduk dibagian ekor pesawat.
Pilot Eric Moody
Larangan terbang di sejumlah negara Eropa akibat pergerakan gumpalan asap abu dari ledakan gunung di Islandia dalam beberapa hari terakhir membawa Eric Moody kepada kenangan lama saat masih aktif menjadi pilot. Pasalnya, dia pernah mengalami bahayanya terbang di langit yang penuh abu. Itulah sebabnya Moody mendukung larangan terbang saat abu masih menyelimuti langit. Selain mengganggu pandangan pilot, abu dari letusan gunung itu bisa membuat mesin pesawat mati mendadak di tengah penerbangan.
Kepada stasiun televisi CNN, Moody teringat saat menerbangkan pesawat British Airways dari Inggris menuju Australia pada 24 Juni 1982. Moody tidak mengetahui bahwa pada saat itu terjadi letusan Gunung Galunggung ketika pesawat British Airways, dengan nomor penerbangan 9, berada di langit Jawa Barat, Indonesia. Sahabat anehdidunia.com peristiwa yang tak mengenakkan pun terjadi saat pesawat Boeing 747-200 yang membawa 263 penumpang itu terbang di tengah kepulan asap abu dari letusan gunung. "Empat mesin pesawat semuanya mati," kata Moody, seperti yang dikutip laman CNN, Jumat 16 April 2010. Ketika itu pesawat berada di ketinggian 36.000 kaki (11.000 meter).
Bersama asistennya, Moody sepakat untuk melakukan pendaratan darurat di kota terdekat, yaitu Jakarta. Namun, masalah lain muncul. "Kami saat itu tidak bisa melihat pemandangan di luar lewat kaca depan dan sebagian dari panel elektronik untuk membantu pendaratan darurat tidak jalan," kata Moody melanjutkan. Sebagai kapten pesawat, Moody pun berupaya tenang kendati semua mesin mati dan sebagian perangkat elektronik tidak berfungsi. Lewat pengeras suara, dia pun meminta semua penumpang bersiap mengalami pendaratan darurat.
Kekhawatiran para penumpang akhirnya tidak terwujud. Di ketinggian 13.000 kaki, tiga mesin pesawat kembali berfungsi. Moody dan asistennya berhasil melakukan pendaratan darurat di Jakarta.
"Saya tidak tahu seberapa tebal abu itu. Tapi yang jelas saya tidak mau berada di dekat hujan abu lagi," kata Moody kepada CNN mengenai hujan abu kiriman gunung dari Islandia, yang meletus Rabu 14 April 2010. Bisa jadi pengalaman yang dialami Moody menjadi pelajaran berharga bagi otoritas penerbangan untuk tidak memaksakan diri menerbangkan pesawat di tengah hujan abu.
Pilot Chesley ‘Sully’ Sullenberger
Sahabat anehdidunia.com Chesley ‘Sully’ Sullenberger sudah pensiun dari US Airways pada tahun 2010 silam. Tapi namanya tak lepas dari sejarah penerbangan dunia. bagaimana tidak, pria ini berhasil menyelamatkan 155 penumpang pesawat dari maut. Ketika itu Sullenberberger pesawat US Airways 1549 yang ditungganginya menabrak gerombolan burung yang menyebabkan kedua mesinnya kekurangan tenaga. Dengan tenang Sullenberg mendaratkan pesawatnya di atas Sungai Hudson. Tak ada korban jiwa, aksi heroiknya menyelamatkan 155 penumpang dari maut.
Pilot Tadeusz Wrona
Di tahun 2011 nama Tadeusz Wrona sontak menjadi heboh seantero Amerika Serikat setelah ia berhasil mendaratkan pesawat Boing 767 dari New Wark, New Jersey, Amerika Serikat. Ketika itu Wrona mendaratkan sebuah pesawat berpenumpang 220 dan 11 kru tanpa roda. Saat mendarat api berkobar akibat gesekan langsung body pesawat dengan jalan. Asap pun mengebul. Tapi nyantanya pesawat yang ditungganginya berhasil selamat dan mendarat mulus. Presiden Direktur LOT Polish Airlines Bronislaw menyebut Wrona sebagai penyelamat.
Pilot Anwar Haryanto
Sebelum Tadeusz Wrona mendaratkan Boeing 767 di Bandara Warsawa, Polandia, tanpa roda pada 1 November 2011, Kapten Anwar Haryanto melakukan hal serupa. Tepatnya, pilot Lion Air itu mendaratkan pesawat MD-90 di Bandara Hang Nadim, Batam, pada 23 Februari 2009 tanpa roda depan.
Pesawat dengan nomor penerbangan JT-972 yang berangkat dari Medan itu sempat berputar-pitar di udara selama satu setengah jam. Pilot kelahiran Pati, 8 Juni 1960, itu akhirnya memutuskan tetap mendarat setelah upayanya mengeluarkan roda depan gagal. Petugas pemadam kebakaran sudah siaga di bandara. Pendaratan tanpa nose gear, sedangkan main gear tetap berfungsi. Pendaratan bergeser ke posisi kiri runway, terjadi percikan api saat pendaratan. Begitu mendarat, petugas pemadam langsung menyemprotkan air guna mencegah kebakaran. Bandara langsung ditutup karena runway tidak dapat digunakan. Para penumpang langsung dievakuasi ke terminal penumpang.
Pihak Lion Air menyediakan tempat penginapan bagi penumpang yang hendak meneruskan perjalanan. Sedangkan penumpang Batam diantar ke rumah masing-masing. Pihak bandara dan Lion Air langsung mengontak KNKT untuk meminta izin memindahkan pesawat agar bandara bisa digunakan. Namun sampai berita diturunkan, pemindahan belum bisa dilakukan karena membutuhkan alat berupa crane dan belt. Pemindahan pesawat tanpa mengeluarkan bahan bakar (fuel draining).
Pilot Dennis Edward Fitch
Pada 19 Juli 1989, sebuah pesawat DC-10 milik United Airlines dari Denver menuju Chicago terpaksa mendarat di sebuah ladang jagung di Sioux City, Iowa. Pesawat yang membawa sekitar 300 penumpang itu kehilangan kendali setelah mesin di bagian ekor meledak dan melumpuhkan sistem hidrolik.
Secara teoretis, pesawat yang dikendalikan Kapten Al Haynes di atas ketinggian 37 ribu kaki itu tak mungkin selamat. Tapi Dennis Fitch, pilot yang kebetulan menjadi salah satu penumpang, tak mau menyerah kepada keadaan. Dia memandu Haynes dan para kru tetap tegar mengendalikan pesawat. Mengetahui 112 orang tidak berhasil keluar dengan selamat benar-benar membuat hatiku hancur,” kata Fitch beberapa hari setelah kejadian. Sebaliknya, pramugari Susan Callandar menyebut Fitch sebagai pahlawan, yang berperan penting dalam menyelamatkan sebagian besar penumpang. Fitch, yang lahir pada 19 Desember 1942 di Pittsburgh, meninggal pada 7 Mei 2012 akibat kanker otak. Berkat aksi heroiknya, Dennis dikenal sebagai sosok paling dikagumi dalam dunia penerbangan.
Pilot Abdul Rozaq
Mendengar nama pilot yang satu ini mengingatkan kita pada peristiwa heroiknya ketika berhasil mendaratkan pesawat Garuda Indonesia di sungai bengawan solo. Saat itu ia membawa 101 penumpang. Di perjalanan pesawatnya berhadapan dengan cuaca buruk. Mesin pesawat Garuda Indonesia Boeing 7373 mendadak mati. Dengan kecepatan 550 knot dan ketinggian 23.000 kaki, pilot Abdul Rozaq memutuskan untuk melakukan pendaratan di permukaan Sungai Bengawan Solo. Kopilot sempat menyarankan mendarat di area persawahan, tapi saya tahu banyak galengan tentu amat beresiko," kata pilot kelahiran Kudus, 29 Maret 1957, itu dalam buku Miracle of Flight yang dirilis tahun 2009. Syukurnya, Tuhan masih memberi kemuliaan bagi awak dan penumpang Boeing 737 itu. Seluruh penumpang dan kru selamat kecuali satu pramugari yang duduk dibagian ekor pesawat.
Pilot Eric Moody
Larangan terbang di sejumlah negara Eropa akibat pergerakan gumpalan asap abu dari ledakan gunung di Islandia dalam beberapa hari terakhir membawa Eric Moody kepada kenangan lama saat masih aktif menjadi pilot. Pasalnya, dia pernah mengalami bahayanya terbang di langit yang penuh abu. Itulah sebabnya Moody mendukung larangan terbang saat abu masih menyelimuti langit. Selain mengganggu pandangan pilot, abu dari letusan gunung itu bisa membuat mesin pesawat mati mendadak di tengah penerbangan.
Kepada stasiun televisi CNN, Moody teringat saat menerbangkan pesawat British Airways dari Inggris menuju Australia pada 24 Juni 1982. Moody tidak mengetahui bahwa pada saat itu terjadi letusan Gunung Galunggung ketika pesawat British Airways, dengan nomor penerbangan 9, berada di langit Jawa Barat, Indonesia. Sahabat anehdidunia.com peristiwa yang tak mengenakkan pun terjadi saat pesawat Boeing 747-200 yang membawa 263 penumpang itu terbang di tengah kepulan asap abu dari letusan gunung. "Empat mesin pesawat semuanya mati," kata Moody, seperti yang dikutip laman CNN, Jumat 16 April 2010. Ketika itu pesawat berada di ketinggian 36.000 kaki (11.000 meter).
Bersama asistennya, Moody sepakat untuk melakukan pendaratan darurat di kota terdekat, yaitu Jakarta. Namun, masalah lain muncul. "Kami saat itu tidak bisa melihat pemandangan di luar lewat kaca depan dan sebagian dari panel elektronik untuk membantu pendaratan darurat tidak jalan," kata Moody melanjutkan. Sebagai kapten pesawat, Moody pun berupaya tenang kendati semua mesin mati dan sebagian perangkat elektronik tidak berfungsi. Lewat pengeras suara, dia pun meminta semua penumpang bersiap mengalami pendaratan darurat.
Kekhawatiran para penumpang akhirnya tidak terwujud. Di ketinggian 13.000 kaki, tiga mesin pesawat kembali berfungsi. Moody dan asistennya berhasil melakukan pendaratan darurat di Jakarta.
"Saya tidak tahu seberapa tebal abu itu. Tapi yang jelas saya tidak mau berada di dekat hujan abu lagi," kata Moody kepada CNN mengenai hujan abu kiriman gunung dari Islandia, yang meletus Rabu 14 April 2010. Bisa jadi pengalaman yang dialami Moody menjadi pelajaran berharga bagi otoritas penerbangan untuk tidak memaksakan diri menerbangkan pesawat di tengah hujan abu.
Comments
Post a Comment