MAAFKAN, Jika Masih Ada POLISI Yang BRENGSEK.!!



"Maafkan jika masih ada polisi yang 'brengsek'. Disumpah saja pungli terus, gimana nggak disumpah." Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Nanan Sukarna pernah bermaklumat seperti itu November tahun lalu ketika menanggapi maraknya oknum polisi yang memungut pungli dari masyarakat, dan sampai hari ini praktik pungli itu masih saja terjadi.

Seorang warga Ciledug, Tangerang, yang merupakan mahasiswa di salah satu universitas swasta di Jakarta, Angga (20), menceritakan pengalamannya sebagai korban pungli polisi jalanan pada Januari lalu.

"Waktu itu kejadiannya tepat di pintu masuk perumahan Pantai Indah Kapuk. Ya, saya aneh aja ada razia di situ, di depan pintu kompleks lagi, ngapain polisi di depan pintu kompleks, dan yang ditilang motor doang. Waktu itu saya kena karena kebetulan pajak motor saya mati, dan akhirnya polisi itu (Asep, polisi sektor yang berdinas di Polsek Jakarta Utara), menginterogasi dan coba meminta hingga akhirnya menahan STNK," ujar Angga kepada Gresnews.com, Kamis (14/2).

Angga: Surat perintah atau penugasannya untuk operasi ini mana pak? Saya mau lihat.
Polisi (Asep): (Diam) sambil mencatat, dan berjalan sambil membawa STNK, sembari menilang motor lainnya.

Angga melanjutkan, berselang beberapa menit kemudian, Angga mencoba menelepon beberapa pihak yang sekiranya dapat membantunya. Namun, polisi (Asep), meresponsnya dengan ancaman.

"Polisi (Asep): Gak usah nelpon-nelpon orang, urusan lu sama gue aja, mau selesai tidak?"

Angga melanjutkan, melalui percakapan selanjutnya, polisi berhasil mengarahkan dirinya hingga pada akhirnya mau berdamai. Dirinya juga mengungkapkan, dengan memberikan Rp50 ribu, polisi Asep mengembalikan STNK-nya.

Selain Angga, hal senada juga kerap dirasakan oleh individu lainnya yang kerap mengaku menjadi korban tindak pungli aparat polisi. Salah satu warga Bintaro, Yanto (24), mengungkapkan pengalamannya seputar tindak pungli yang dilancarkan oleh oknum polisi pada Rabu (13/2).

"Kejadiannya di perempatan Mangga Besar, dekat Harmoni, Gajah Mada. Ketika ingin melintas perempatan, dipinggirkan oleh polisi di salah satu lahan parkir gedung yang ada di pinggir jalan, dengan dalih tidak menyalakan lampu. Polisi tersebut menjelaskan kesalahan berupa tidak menyalakan lampu, namun pencarian polisi atas kesalahan saya terus diupayakan hingga akhirnya saya menjelaskan, tidak membawa SIM. Alhasil, polisi tersebut (bernama Agung) meminta STNK sembari mengajak saya ke pojok, dimana orang di jalanan kira-kira tidak dapat melihat dan mendengar pembicaraan kami. Kemudian, polisi tersebut menjelaskan ribetnya permasalahan apabila masalah saya sampai dibawa kepada persidangan tilang dan menawarkan damai dengan sejumlah uang. Alhasil, karena saya tidak mau menjadi sulit nantinya, saya menerima tawaran tersebut untuk menukarkan STNK saya yang disita dengan sejumlah uang lima puluh ribu," ujar Yanto kepada Gresnews.com, Kamis (14/2).

Atasan
Ketentuan mengenai tilang diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Rinciannya bisa Anda lihat dalam tautan ini.

Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Agus Rianto meminta masyarakat untuk tidak menempuh jalan damai dengan polisi. "Kita tidak akan tolerir sekecil apapun pelanggaran disiplin. Makanya kita butuh informasi masyarakat. Masyarakat kita minta jangan memulai minta damai di jalanan," kata Agus kepada Gresnews.com, Kamis (14/2). Dia menambahkan, laporan masyarakat bisa disampaikan melalui nomor 110.

Lebih lanjut dia mengatakan Polri sudah banyak mengambil tindakan tegas kepada oknum polisi yang 'nakal'. "Ada yang sampai dipecat," tuturnya.

Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Muhammad Mustofa mengatakan tak hanya di tubuh Polri, namun pungli juga terjadi di semua lingkungan pemerintahan. Pungli saat tilang, kata dia, sudah menjadi budaya dan disebabkan oleh sejumlah faktor.

"Itu sudah budaya, ada sejumlah faktor yang menyebabkan organisasi tak bisa bekerja. Birokrasi Polri harus punya SOP (Standar Operasional Prosedur) yang jelas, siapa melakukan apa, siapa mengawasi siapa, sekarang kan enggak jelas, anggota bertindak menurut maunya sendiri, akhirnya pungli menjadi budaya," katanya.

Mustofa menambahkan, pungli tilang tak hanya dinikmati oleh oknum anggota biasa, namun tetap ada setoran ke atas. Sehingga, pengawasan memang tidak berjalan.

"Tak hanya dinikmati bawahan, tetapi ada setoran ke atasan, kesejahteraan Polri ditingkatkan pun, tak mungkin mengubah budaya, butuh peran media massa untuk terus menerus mengkritik," tegasnya.

Masyarakat, kata Mustofa, juga tak boleh ikut melestarikan pungli tilang. Ia menegaskan semestinya polisi tidak meneruskan apabila pengendara sudah mengaku bersalah.

"Warga juga jangan melestarikan, jangan ikut andil, karena merasa ditilang terlalu bertele–tele, daripada repot mending bayar. Jangan seperti itu. Kalau mengaku bersalah, cukup bayar denda saja dengan formulir yang berbeda, ini yang enggak dipahami masyarakat," tandasnya, sambil menyatakan rendahnya kesadaran hukum masyarakat adalah salah satu faktor lestarinya pungli polisi.




MAAFKAN, Jika Masih Ada POLISI Yang BRENGSEK.!!

Comments

Popular posts from this blog

18+:Foto Otopsi Korban Pembunuhan dan Perkosaan

Hutan Hoia Baciu, Salah Satu Hutan Paling Mengerikan di Dunia